[Review] Prison and Paradise (2010)
for that is the one who drives away the orphan
Adalah sebuah keberuntungan bagi saya saat itu bisa ikut dalam screening film Prison and Paradise dengan kesempatan diskusi langsung dengan sutradaranya, Daniel Rudi Haryanto. Saat itu saya menonton film ini bersama Jakarta Cinema Club di Kenobi Space, Kemang.
Prison and Paradise merupakan film dokumenter karya Daniel Rudi Haryanto yang dirilis pada tahun 2010. Mengisahkan tentang kejadian mengerikan dan mengenaskan Bom Bali 2002 yaitu rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi pada malam hari tepatnya tanggal 12 Oktober 2002. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali, sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat, walaupun jaraknya cukup berjauhan. Artinya film ini dibuat dalam waktu cukup lama, hasil riset dan pengurusan perizinan selama 7 tahun yang dimaksudkan supaya informasi yang tersaji di film ini nantinya tidak setengah-setengah.
Dan benar saja, film dokumenter ini sangat jeli dalam mengambil sudut pandang beberapa pihak, yaitu pihak para pelaku, pihak keluarga dan pihak jurnalis. Prison and Paradise bisa dibilang menguak cukup lengkap tentang makna bom bali dari berbagai sisi. Beragam kisah diantara penjara dan surga.
Kisah dimulai dari adegan 2 orang anak yang sama-sama membaca Qur'an, membaca surat yang sama. Lalu dilanjutkan dengan kisah keluarga dan anak-anak dari salah satu pelaku pengebomban, yaitu Mubarok. Suasana mendadak tegang ketika kita dipaksa untuk mendengar alasan, teori terorisme dan sumber ideologi langsung dari Amrozi, Imam Samudra dan Ali Ghufron sebagai otak utama Bom Bali. Dan akhirnya bagaimana kita melihat sebuah dilema yang dirasakan oleh Noor Huda Ismail seorang jurnalis yang mengabdikan dirinya dengan berbagai resiko untuk mengambil informasi sembari memahami bagaimana rasanya hidup di sekitar keluarga "teroris". Sebagai pihak yang dikatakan netral, Noor Huda sangat berperan penting dalam menjelaskan apa yang sebenarnya dialami dan dirasakan oleh keluarga pelaku dan korban.
Fokus saya mulai tertuju ketika potongan demi potongan adegan akhirnya menyingkap perbandingan kehidupan 2 pihak yaitu anak dari korban dan anak dari pelaku pengeboman yang sama-sama dibesarkan tanpa seorang ayah. Dan menurut saya ini adalah sebuah pilihan sudut pandang yang sangat menarik dan mudah dipahami bagi awam sekalipun. Bagaimana pihak anak yang notabene masih kecil dan tidak tau apa-apa, perlahan-lahan seiring jalannya waktu dan bertambahnya usia, mereka harus menerima kenyataan bahwa ayah mereka tidak ada bersama mereka lagi karena sebuah pemahaman ideologi yang salah. Bagaimana ibu mereka menjadi seorang single parent yang berkali-kali lipat lebih berat tanggung jawabnya dalam membayangkan bagaimana untuk menjelaskan kejadian sebenarnya pada anaknya kelak. Potongan kisah ini menjadi bukti nyata bahwa perbuatan ini bukan hanya menimbulkan korban jiwa, namun juga menimbulkan korban psikis yang sangat berbahaya bagi perkembangan mereka jika tidak ditanggapi dengan benar. Sangat disayangkan bahwa anak dan istrinya menjadi korban dari situasi yang sangat patriarki.
Daniel Rudi Haryanto selaku sutradara menyatakan juga bahwa sebenarnya banyak protes dari pihak Australia yang menentang anak dan perempuan sebagai objek dalam pembahasan terorisme ini. Namun ia berdalih, bukannya tidak mungkin di masa depan teroris akan menggunakan wanita dan anak-anak dalam melancarkan aksi mereka. Dan memang terbukti pada bom surabaya beberapa waktu silam.
Sesungguhnya dia menginginkan film ini menjadi media silaturahmi antara sesama orang Indonesia yang mungkin saja paham-paham radikal, tidak hanya paham radikal muslim, namun juga paham radikal berbagai agama, sistem kenegaraan dan kepercayaan yang sangat mengancam keutuhan NKRI mulai masuk ke sendi-sendi terkecil dari suatu bangsa yaitu keluarga. Dan karya ini merupakan solusi pendekatan kultural yang bisa ia sumbangkan demi membuka cakrawala pengetahuan dan nurani penontonnya.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus